Pada awal pengembangannya, Wanagama merupakan lahan marginal yang sangat tandus, sehingga sering diistilahkan sebagai “Batu Bettanah”, bukan lagi Tanah Berbatu. Keberhasilan rehabilitasi lahan kritis di Wanagama, yang telah dimulai sejak tahun 1964 hingga saat ini, telah membuahkan berbagai hasil yang sangat bermanfaat bagi kehidupan; salah satu yang paling bermakna adalah munculnya tujuh mata air di Wanagama. Mata air ini tidak pernah kering, bahkan di musim kemarau, dan menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat desa-desa di sekitarnya. Hingga saat ini, kegiatan rehabilitasi di Wanagama masih terus berjalan, dan makin banyak perhatian diberikan untuk dapat mempertahankan keberadaan sumber-sumber air di Wanagama.